Penguatan Kapasitas HAM: Pelaku Usaha Jadi Garda Terdepan Implementasi Bisnis dan HAM

Bos com,MEDAN- Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Sumatera Utara menyelenggarakan kegiatan Penguatan Kapasitas HAM bagi Pelaku Usaha yang berlangsung di Ball Room Hotel Grand Central Premier Medan. Kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, narasumber ahli, serta 60 pelaku usaha dari berbagai sektor, baik skala kecil, menengah, maupun perusahaan besar.

Dalam sambutannya, Kepala Kanwil Kementerian HAM Sumut, Dr. Flora Nainggolan, menegaskan bahwa pelaku usaha memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam implementasi Prinsip-Prinsip Bisnis dan HAM (P5HAM). “Pelaku usaha bukan hanya entitas ekonomi, tetapi juga aktor utama dalam mewujudkan penghormatan HAM di dunia bisnis. Melalui kegiatan ini diharapkan tumbuh kesadaran, literasi, serta komitmen pelaku usaha dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan dan berkeadilan,” ujarnya.

Plt. Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM RI, Aditya Sarsito Sukarsono, turut hadir secara daring memberikan keynote speech dan membuka acara secara resmi. Ia menekankan pentingnya penerapan Human Rights Due Diligence (Uji Tuntas HAM) yang bersifat preventif. Ia menjelaskan, Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) yang diatur dalam Perpres No. 60 Tahun 2023 telah menetapkan roadmap 2025–2029 yang mencakup sosialisasi, pendampingan, pelaporan, dan evaluasi implementasi HAM di dunia usaha.

Dr. Majda El Muhtaj dari Pusat Studi HAM Unimed mengupas keterkaitan antara bisnis, HAM, tenaga kerja, dan lingkungan dengan mengacu pada UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Sementara itu, Sevline Rosdiana Butet dari Disnaker Sumut memaparkan ketentuan terkini mengenai pengupahan pasca revisi UU Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja, termasuk formula penetapan UMP dan UMK, serta kewajiban pengusaha menyusun struktur dan skala upah.

Dari aspek pemberdayaan usaha, Dian Dewi Karmila menekankan pentingnya fasilitasi legalitas usaha dan pemenuhan standar industri melalui NIB, sertifikasi halal, HAKI, hingga program One Village One Product (OVOP). Adapun Lamria Fitriani Manalu dari Kanwil Kementerian HAM Sumut menegaskan bahwa bisnis berkontribusi besar terhadap pembangunan, namun juga berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM, seperti konflik lahan atau pencemaran. Oleh karena itu, penguatan regulasi, mekanisme pengaduan, serta peningkatan kapasitas pelaku usaha menjadi langkah yang mutlak dilakukan.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab interaktif. Para peserta menyambut positif pemaparan para narasumber, dengan harapan dapat menerapkan prinsip bisnis dan HAM dalam praktik usaha sehari-hari, sehingga menciptakan iklim usaha yang sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan di Sumatera Utara.(JN)

Lebih baru Lebih lama