Giat ini menandai rekor baru dalam upaya masifikasi edukasi HAM di lingkungan pemasyarakatan Indonesia. Kepala Kanwil KemenHAM Sumatera Utara, Dr. Flora Nainggolan selaku pemrakarsa program yang melibatkan kolaborasi strategis lintas-institusi.
"Angka 600 peserta bukanlah sekadar statistik, tetapi representasi dari komitmen kita untuk tidak meninggalkan satu pun warga binaan tanpa pemahaman HAM," tegas Hamdi Hasibuan, Kepala Bidang Pelayanan dan Pembinaan Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Sumut, yang membuka sesi dengan paparan fundamental tentang korelasi HAM dan hak WBP.
Keunikan program ini terletak pada pendekatan yang menghadirkan tiga perspektif utama. Penyuluh Hukum, Desniar Damanik menguraikan secara detail 10 Hak Asasi Manusia berdasarkan UU No. 39/1999, mencakup spektrum lengkap dari hak untuk hidup hingga hak khusus perempuan dan anak—relevansi sempurna untuk audiens perempuan.
Kepala Lapas Perempuan, Yekti Apriyanti memberikan dimensi aplikatif dengan menekankan bahwa "pemenuhan hak warga binaan adalah hak asasi manusia"—ungkapan yang mengubah paradigma yang signifikan.
Yang mengejutkan adalah tingkat antusiasme 600 peserta yang memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer pembelajaran yang interaktif. Fenomena ini menunjukkan dahaga pengetahuan HAM di kalangan warga binaan. Program ini bukan hanya pencapaian dalam hal skala, tetapi juga dalam metodologi. Pendekatan tri-dimensional yang menggabungkan aspek legal-formal, implementasi praktis, dan leadership perspective menciptakan pemahaman yang holistik.
"Kita sedang menyaksikan transformasi mindset dari sistem kustodial menuju rehabilitasi kemanusiaan," ungkap Yekti.
Dengan melibatkan 600 perempuan dalam satu waktu, Lapas Perempuan Medan telah menetapkan standar baru untuk program edukasi HAM massal di Indonesia, membuktikan bahwa transformasi sistem pemasyarakatan membutuhkan pendekatan kemanusiaan yang sistemik.