Penghentian SPM Pertaruhkan Akreditasi Polmed


MEDAN - BOS : Akreditasi Politeknik Negeri Medan (Polmed) menjadi hal yang ikut dipertaruhkan akibat penghentian Sumbangan Peningkatan Mutu (SPM). Demikian disampaikan Direktur Polmed, M Syahruddin dalam acara coffe morning bersama jurnalis, di Kampus Polmed, Jalan Dr Mansyur, Medan, Selasa (14/8).

"Dana yang berasal dari SPM ini yang kami gunakan untuk berbagai kegiatan peningkatan mutu yang juga mendukung perbaikan perbaikan akreditasi," katanya didampingi Wakil Direktur I Bidang Akademik Nursiah, Wakil Direktur II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Abdul Rahman, Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan Nisfan Bahri, Wakil Direktur IV Bidang Kerjasama Berta Br. Ginting, dan beberapa pejabat Polmed lainnya.

M Syahruddin menjelaskan, penerapan sistem SPM ini mereka terapkan sejak 2016 lalu setelah melakukan berbagai kajian melibatkan seluruh elemen pengambil kebijakan di Polmed seperti dewan penyantun, senat,  unsur pimpinan direktur dan satuan pengawas internal. Atas persetujuan dari seluruh unsur ini, akhirnya mereka menetapkan adanya SPM kepada seluruh mahasiswa. 

"Dana dari SPM inilah yang kami gunakan untuk program pembentukan karakter mahasiswa dengan bekerjasama dengan Rindam I/BB, kemudian pembinaan unit kegiatan mahasiswa (UKM) dan berbagai kegiatan lainnya. Hasilnya positif, mahasiswa sangat disiplin sehingga seluruh program pendidikan di Polmed lebih mudah berhasil," ujarnya.

Meningkatnya kualitas mahasiswa atas peningkatan karakter mahasiswa ini menurut Syahruddin memberi sumbangsih besar dalam memudahkan peningkatan akreditasi mereka. Saat ini, dari 17 program study yang ada seluruhnya sudah berakreditasi A dan B. Secara institusi Polmed sendiri saat ini sudah memiliki akreditasi B.

"Kalau akreditasi kita sudah B itu ikut memudahkan alumni melamar CPNS. Karena kalau akreditasinya C itu tidak diterima, bahkan diperusahaan-perusahaan juga akan sulit mereka diterima," ungkapnya.
Akan tetapi peningkatan kualitas ini menurutnya tidak membuat mereka terbebas dari berbagai tudingan pungli. Alhasil, pihak inspektorat dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melakukan audit kepada mereka dan memerintahkan penghentian SPM tersebut. Meski tidak ditemukan adanya pelanggaran, namun pihak inspektorat memerintahkan agar hal itu dihentikan.

"Kami patuhi, namun ini akan berimplikasi pada penghentian berbagai upaya peningkatan mutu yang bersumber dari dana SPM tersebut. Kami tidak dapat berbuat banyak, karena disisi lain Bantuan Operasional  Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang harusnya menjadi hak mahasiswa juga tidak kami terima dari negara sesuai jumlah yang dibutuhkan," pungkasnya.

Polmed menurut Syahruddin akan tetap berupaya untuk menjaga proses pendidikan tetap berjalan meskipun dengan berbagai keterbatasan yang ada. Mereka memastikan seluruh upaya peningkatan mutu akan kembali berjalan tanpa adanya SPM dengan catatan BOPTN dapat mereka terima dari pemerintah sesuai kebutuhan mahasiswa.

"Sekarang uang kuliah tunggal mahasiswa hanya Rp 500 ribu hingga Rp 3,2 juta. Sementara biaya kuliah yang diperlukan per mahasiswa ada pada kisaran Rp 11 juta. Lantas darimana kami menutupinya? Harusnya selisih itu ditutupi dari BOPTN. Namun faktanya tidak BOPTN yang kami terima tidak sesuai dengan kebutuhan. Artinya sangat tidak adil," katanya. (Dame)
Lebih baru Lebih lama