Sidang Penggelapan Harta Warisan! Saksi Mengaku Ditipu Saudara Kandung


MEDAN - Sidang Perkara dugaan penggelapan harta warisan orangtua senilai ratusan miliar, dengan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong (63) berlangsung panas di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (14/9/2021). Dalam sidang tersebut, dihadirkan saksi korban yakni Jong Nam Liong yang tidak lain adalah saudara kandung terdakwa.


Dengan nada terbata-bata, Jong yang sudah berumur 71 tahun ini mengungkapkan, bahwa ia disodorkan sebuah kertas oleh terdakwa David dan dimintai tandatangan.


"Waktu itu gak ada tulisan katanya (terdakwa) bagi-bagi uang tandatangan itu," katanya.


Belakangan ia akhirnya tahu tentang Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008, yang ditandatangani oleh Ayahnya Jong Tjing Boen.


Padahal katanya sejak tanggal 30 Juni sampai 5 September 2008, Alm Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan.


"Di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura Kondisinya udah koma, ngomong aja udah gak bisa. Masuk Mount Elisabet langsung diopname enggak bangun lagi," ucapnya.


Dengan nada terbata-bata, saksi Korban Jong Nam Liong mengatakan bahwa ia merasa dibohongi oleh saudara kandungnya sendiri atas adanya akta tersebut. 


Menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban, korban mengaku tidak ada mendapat pesan apapun dari Almarhum ayahnya terkait seluruh harta warisan tersebut.


"Dia (terdakwa-David) pembohong, enggak ada pesan (Almarhum Ayahnya) terkait harta warisan," katanya sambil menunjuk terdakwa yang turut hadir di persidangan.


Menjawab pertanyaan Hakim anggota Dahlia Panjaitan, terdakwa mengaku merasa dirugikan atas adanya Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008 tersebut. 


Sebab Akta Perjanjian tersebut katanya, menjadikan terdakwa sebagai pengendali atau yang dipercayakan untuk menyimpan maupun untuk melakukan jual beli dari bagian harta peninggalan milik Alarhum ayahnya.


"Rugi karena dibuat 30 tahun rumah enggak boleh dijual," cetusnya.


Namun beberapa pertanyaan dari Jaksa maupun majelis hakim tidak dapat saksi korban jawab karena lupa. Saksi korban pun sempat memohon kepada majelis hakim menunda sidang untuk minum obat karena penyakitnya kambuh.


Sementara itu, usai sidang kuasa hukum saksi korban Longser Sihombing mengatakan Jong Nam Lion dapat dikatakan dalam pendidikan sangatlah kurang.


"Sewaktu di BAP di Kepolisian saja dibutuhkan waktu yang panjang dan harus berbicara sangat sederhana.

Sehingga wajar jika di dalam persidangan sangat tidak fasih dalam berbicara ditambah lagi faktor usia yang sudah mencapai 70 tahunan," katanya.


Ia mengatakan, apabila korban fasih dalam berbicara ataupun bertindak,

tidaklah mungkin perbuatan pidana yang diduga dilakukan oleh Terdakwa akan terjadi. 


"Dikarenakan pendidikan yang kurang dan ketidak pahaman sewaktu kejadian dalam membuat akta 08 yang patut diduga bermasalah, maka klien kami merasa dibohongi dari waktu ke waktu. 


Dengan umur yang sudah 70 tahun dan pendemi Covid-19 merebak, klien kami masih datang untuk meminta keadilan kepada Hakim yang memeriksa perkara aquo," katanya.


Longser meyakini, Hakim akan mempertimbangkan secara bijaksana atas bukti-bukti yang ada maupun rangkaian-rangkaian perbuatan yang ada.


"Ketika Majelis Hakim tanya Jong Nam Liong, apa kerugian saksi terkait akta No 8 , jawabannya akta palsu. Kami tidak ada ke kantor notaris. 


Kerugian yang nyata adalah selama 30 tahun yang seolah-olah disepakati bersama diberi hal penguasaan SHGB dan SHM kepada David Putra Negoro. Dengan waktu 30 tahun itu mengakibatkan kerugian yg sangat nyata , kerugian itu adalah bahwa SHM dan SHGB sudah atas nama saksi Jong Nam Liong dan 5 org lainnya tidak dapat dimanfaatkan dan atau dipergunakan. 


Misalnya dijual dan atau dengan akta palsu itu dapat mengakibatkan kerugian atau sangat berpotensi mengakibatkan kerugian terhadap pemilik sah tanah dan ruko tersebut," cetusnya.


Terkait kepalsuan akta tersebut pihaknya berharap kami Majelus Hakim memerintahkan JPU memanggil dan menghadir Ahli kenotariatan Dr HS, SH, Mkn dan Ahli Pidana Prof EW yg sudah memberikan keterangan Ahli pada penyidik. (Red)

Lebih baru Lebih lama