MEDAN
Tim kajian Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI (Wantimpres) diketuai
Laksda TNI Riyadi Syahardani berkunjung ke USU, Selasa (19/3). Rombongan
diterima Rektor USU Prof Runtung Sitepu SH, Sekretaris Majelis Wali Amanat USU
Dr Fahmi Natigor Nasution dan Ketua Pusat Kajian Selat Malaka USU Dr Ridwan
Hanafiah SH MA.
Kunjungan itu
disebut dalam rangka menghimpun data dan informasi tentang pemberdayaan Selat
Malaka, dengan tema, “ Prespektif posisi strategis Selat Malaka”.
Dr
Ridwan Hanafiah mengatakan Selat Malaka merupakan salah satu selat terpenting di
dunia dan asset strategis bangsa yang perlu dikawal dengan baik. Panjang Selat
Malaka 800 Km, dan 550 Km nya berada di pulau Sumatra. Hal ini menunjukkan
bahwa ¾ keberadaan Selat Malaka menghuni perairan Indonesia.
Posisi
strategis yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia sekaligus mempunyai
sambungan strategis ke laut Pasifik, telah menjadikan selat ini menjadi jalur
terpadat kedua setelah Selat Hormuz di Timur Tengah. Jumlah kapal yang
melintas Selat Malaka pada Maret 2016 terlihat dalam pantauan radar Badan
Keamanan Laut (BAKAMLA) kapal cargo 3.519, kapal tanker 1.887 dan kapal
lainnya 4.000 kapal.
Namun
dari segi pendapatan, bagi Indonesia hanya RP 1,2 triliun, sementara Malaysia
Rp 6 triliun dan Singapura Rp 13 triliun lebih. Ini dari hasil dari
kontribusi dan parkir dari kapal yang datang. Semua kapal harus lewat
Selat Malaka, milik kita. Jadi kita melihatnya disini ada persoalan
kelembagaan. Itu memang daerah kemaritiman, namun di sana juga ada permasalahan
Internasional, karena merupakan rute lalu lintas internasional. Jadi harus ada
satu badan yang mengurusnya supaya manajemen nya terkontrol,kata Ridwan.
Kalau
ada badan dan ornamen kantornya, maka bila ada permasalahan bisa cepat diatasi
dan diselesaikan. “Sehingga saya sarankan, ini harus dikelola dengan top
manajemennya dari Angkatan Laut, ditambah dari satuan lainnya, AD, AU dan
Akademisi. Ini demi kepentingan bangsa. Jadi, kalau ditanaya kenapa penghasilan
kita rendah, mungkin karena system manajemen kita yang tidak bagus. Kalau sudah
ada badan, maka mudah terkontrol”,katanya.
Sementara
Laksada TNI Riayadi Syahardani mengatakan informsai dan data-data ini akan kita
kumpulkan dan disampaikan ke Presiden sehingga diharapkan secepatnya ada
keputusan seperti yang kita inginkan. Tim kajian USU ini mengharapkan adanya
Badan Otorita Selat Malaka, maka nantinya akan kita rekomendasikan ke Presiden
dan keputusan kita serahkan kepada Presiden. Namun kita mendorong penyelesaian
Selat Malaka sesuai dengan yang kita inginkan.
Perlu
diselesaikan, antara lain masalah keamanan dan perlunya sosialisasi kepada
nelayan kita agar mampu mengikuti peraturan lalu lintas laut internasional,
sehingga tidak ada tuduhan nelayan kita melakukan tindak kejahatan, seandainya
ada senggolan dengan kapal asing yang lintas. Juga perlu dibahas masalah limbah
di Selat Malaka itu,katanya.
Masalah
Selat Malaka ini kan sudah lama, kenapa sekarang baru dibahas? Dijawabnya,
mungkin sebagian sudah pada putus asa dan bahkan ada yang sebut filenya sudah
sampai ke bulan. Karena ada bahasan dari tim kajian USU, maka kami tergugah
lagi dan telah membentuk tim kajian Wantimpres dan ini merupakan respon kami
untuk menyelesaikan masalah ini. Setelah dari USU, kami juga akan ke
Batam. Untuk mendalami masalah dan mendapat informasi yang kita
perlukan,katanya.
Pada
acara diskusi, beberapa peserta menekankan saran agar masalah Selat Malaka ini
segera diselesaikan, jangan nanti kejadiannya seperti kasus Pulau
Ligitan, yang diambil Malaysia.
Sementara
Rektor USU Prof Runtung mengatakan pusat kajian Selat Malaka Sumatera dibentuk
sebagai keperdulian USU terhadap Selat Malaka yang merupakan selat terpenting
di dunia. Permasalahan yang terjadi di sana meliputi berbagai aspek yaitu
ekonomi, politik, hukum dan lingkungan. USU telah mengambil inisiatif untuk
melihat tantangan dan potensi globalisasi Selat Malaka melalui seminar yang
diadakan Desember 2018 lalu. Seminar melahirkan kesepakatan perlunya menjalin
kerja sama anatar USU, LIPI dan Lemhanas. USU menjadi inisiatir pembangunan
konsorsium untuk penelitian bersama berbagai Universitas yang ada di kawasan
Selat Malaka seperti Universitas Syiah Kuala, Universitas Malikul Saleh,
Universitas Samudra, Universitas Riau dan Batam.Wantimpres diharapkan mendukung
Pusat Kajian USU sehingaga dapat bekerja maksimal untuk kepentingan NKRI yang
kita cintai ini, kata Runtung.
Anggota
Wantimpres yang hadir Kolonel Laut Bambang P, Kolonel Adm Waskita, Kolonel Inf
Rui Duarte, Kolonel Laut Joko Edi S, Kolonel Laut Antonius YG, sementara dari
USU terlihat antara lain Prof Robert Sibarani, Lian Dalimunthe, Prof
Thamrin, Prof Budiman Ginting dan Prof Edy Warman. Diantaranya
mengusulkan perlu dibentuk Badan Otoritas Selat Malaka. (Dame)
Teks
foto : Rektor
USU Prof Runtung Sitepu didampingi Dr Fahmi Natigor Nasution menerima tim
kajian Anggota Wantimpres.